TEMPO.CO, Jakarta - Rekayasa cuaca Jakarta dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bersama Badan Nasional masih berlangsung. Hari ini menginjak hari kesembilan program rekayasa hujan senilai Rp 13 miliar tersebut. Proyek rekayasa cuaca ini bakal berlangsung dua bulan pada 26 Januari-25 Maret 2013.
“Operasi modifikasi cuaca dilakukan dua sorti penerbangan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Ahad, 3 Februari 2013.
Penerbangan pertama pada pukul 09.19-10.30 dengan pesawat Hercules C-130 TNI AU membawa 4 ton natrium klorida (NaCl) alias garam dapur. Penyemaian dilakukan pada sel awan cumulus dari timur Pandeglang, Rangkasbitung, Serang, dan barat laut Jakarta pada ketinggian 9.000 kaki. (Baca: Modifikasi Hujan Jakarta Andalkan TNI AU).
Penerbangan kedua dengan Casa pada 11.03-12.22 di daerah Pandeglang pada puncak awan di ketinggian 12-15 ribu kaki dengan 800 kilogram NaCl. Penyemaian bertujuan menjatuhkan awan-awan sebelum bergerak menuju Jabodetabek.
Di darat, BBPT mengoperasikan Ground Based Generator dengan membakar 15 flare di 13 lokasi. GBG larutan dioperasikan di tiga lokasi selama 5 jam untuk mengurangi potensi hujan di Jabodetabek. Sebelumnya, operasi menyebabkan beberapa lokasi hujan seperti Citeko (28 mm), Cariu (17 mm), Jasinga (15.5 mm), dan Cikarang (7,5 mm).
Menurut Sutopo, bahan semai yang digunakan untuk modifikasi cuaca tersebut adalah garam dapur berbentuk kristal yang kemudian dihaluskan seukuran tepung terigu. Garam inilah yang ditaburkan ke awan dan menyerap butir-butir air di awan. “Tidak ada efek negatif buat lingkungan karena garam yang digunakan dibandingkan dengan hujan yang jatuh dalam jutaan meter kubik tidak ada artinya,” Sutopo menjelaskan.
Dia menyatakan sampel air hujan juga telah diambil dan dianalisis di laboratorium. Hasilnya, air hujan tersebut masih memenuhi baku mutu kelas B. Artinya, air dapat dikonsumsi dengan direbus. (Baca: Ini Syarat agar Modifikasi Hujan Jakarta Berhasil).
Pola hujan Jakarta dan sekitarnya berdasarkan rata-rata hujan 30 tahun menunjukkan bahwa Januari hingga Februari adalah puncak hujan, dan baru reda pada Maret. Rekayasa cuaca jadi salah satu solusi jitu untuk mencegah banjir Jakarta seperti pada Kamis, 17 Januari 2013 lalu kembali terjadi.
0 comments:
Post a Comment